Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Prioritaskan Literasi Komunikasi dalam Pendidikan!

Semarang, 17 April 2025 — Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) kembali menorehkan prestasi akademik dengan dikukuhkannya Prof. Dr. Senowarsito, M.Pd. sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Linguistik Terapan. Bertempat di Auditorium Balairung UPGRIS, prosesi yang berlangsung khidmat tersebut tak sekadar menjadi seremoni pengukuhan, tetapi juga wadah pemikiran mendalam yang mengusung tema penting: “Menggali Makna Metapragmatik: Kunci Pembelajaran Mendalam untuk Mengembangkan Literasi Komunikasi.”

Dalam pidato ilmiahnya, Prof. Senowarsito menekankan bahwa literasi komunikasi menjadi kompetensi esensial di era komunikasi global yang kompleks. Bukan hanya kemampuan menyampaikan informasi, literasi komunikasi menuntut pemahaman mendalam terhadap makna, konteks sosial, dan dinamika bahasa dalam interaksi.

“Literasi komunikasi tidak hanya mencakup kemampuan menyampaikan gagasan, pikiran, atau perasaan, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam terhadap makna yang akan disampaikan maupun makna yang harus dipahami oleh komunikan dalam berbagai konteks komunikasi,” ungkap Prof. Senowarsito di hadapan civitas akademika, tokoh PGRI, dan tamu undangan.

Tantangan Era Digital: Banjir Informasi, Krisis Makna

Prof. Senowarsito menyampaikan kekhawatiran atas tantangan komunikasi di era digital, terutama terkait melimpahnya informasi, persaingan wacana di media sosial, dan manipulasi algoritma digital yang membentuk opini publik. Di tengah arus informasi yang tak terbendung, dibutuhkan kemampuan berpikir kritis dan kesadaran pragmatik dalam memilah dan memahami pesan secara jernih.

“Fakta menunjukkan bahwa kemampuan literasi komunikasi bangsa Indonesia, khususnya para siswa, masih perlu ditingkatkan,” tegasnya, merujuk pada hasil survei internasional seperti PISA yang menempatkan literasi membaca siswa Indonesia di bawah rata-rata negara tetangga.

Ia mengusulkan strategi konseptual untuk mengatasi tantangan tersebut, yakni “meaning exploration” atau penggalian makna melalui metapragmatik dan pembelajaran mendalam (deep learning).

Makna Tersembunyi dan Konteks yang Menentukan

Dalam bagian menarik dari pidatonya, Prof. Senowarsito mencontohkan kekuatan konteks dalam membentuk makna dengan menyitir teks populer “Ojo Disalib, Aku Islam” yang tertulis di belakang bus. Ia menunjukkan bahwa pesan ini memiliki efek ganda yang hanya dapat dipahami jika komunikan memiliki kesadaran kontekstual—baik konteks tempat, budaya, maupun kebahasaan.

“Teks ini membuat pembaca berpikir sejenak untuk memahami, memberi kejutan atau minimal membuat tersenyum,” ujarnya, menekankan pentingnya pemahaman pragmatik dalam menyampaikan pesan yang efektif.

Contoh lain diambil dari video TikTok dengan narasi satir seputar jembatan penyeberangan dan isu uang palsu. Analisis ini menegaskan bahwa tanpa memahami konteks sosial dan budaya, makna sebenarnya akan luput dari pemahaman komunikan.

Metapragmatik dan Deep Learning dalam Pendidikan Bahasa

Prof. Senowarsito memperkenalkan metapragmatik sebagai kesadaran reflektif dalam penggunaan bahasa. Hal ini, menurutnya, menjadi pondasi dalam pembelajaran mendalam yang mindful, meaningful, dan joyful.

“Penggalian makna yang melibatkan kesadaran atau metapragmatik tentang unsur dan aspek pragmatik dalam pembelajaran mendalam adalah kunci membangun literasi komunikasi,” jelasnya.

Ia menggarisbawahi bahwa literasi komunikasi bukan sekadar keterampilan teknis, tetapi juga melibatkan kesadaran sosial dan budaya, kemampuan menilai tuturan dalam berbagai konteks, serta sensitivitas terhadap interpretasi makna tersirat.

Dari Teori Menuju Transformasi Pendidikan

Gagasan Prof. Senowarsito memiliki relevansi yang tinggi dalam pendidikan abad 21. Dalam pidatonya, ia menyimpulkan bahwa peningkatan literasi komunikasi hanya dapat tercapai jika peserta didik diajak berpikir reflektif, mengevaluasi pesan, dan menyesuaikan penggunaan bahasa dalam konteks sosial yang beragam.

“Literacy in communication merupakan keterampilan esensial bagi individu untuk menyampaikan dan memahami gagasan, perasaan, dan pemikiran secara efektif dan efisien,” pungkasnya.

Puncak Dedikasi Ilmu dan Kebudayaan

Prosesi pengukuhan ini juga menjadi momen haru ketika Prof. Senowarsito menyampaikan rasa terima kasih kepada orang tua, istri tercinta, keluarga besar, para dosen pembimbing, serta tim akademik dan sahabat sejawat yang telah membersamainya dalam proses menuju jabatan Guru Besar.

Ia menutup pidato ilmiah dengan pantun khas:“Ayu Tingting berlebaran bersama kerabat, Suguhannya lontong sayur buatan Pak Robet. The most important thing in communication is to hear what isn’t being said.”

Dengan pengukuhan ini, Universitas PGRI Semarang tidak hanya menambah jumlah Guru Besar, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai sentra pemikiran dan pengembangan literasi komunikasi berbasis budaya dan kearifan lokal. Prof. Senowarsito menjadi teladan bahwa keilmuan dan keteladanan moral harus berjalan seiring untuk membangun peradaban bangsa yang bermartabat.

Posting Komentar

0 Komentar