Semarang – Pendidikan karakter menjadi salah satu aspek utama dalam pembentukan generasi emas Indonesia 2045. Dalam talkshow Ngobrol Update Seputar Pendidikan yang diadakan oleh PGRI Jawa Tengah, Dr. Saptono Nugrohadi, M.Pd., M.Si., Ketua PSLCC PGRI Jawa Tengah dan Wakil Sekretaris Umum PGRI Jawa Tengah, menegaskan bahwa momentum bulan Ramadan harus dimanfaatkan untuk menanamkan kebiasaan baik dalam kehidupan siswa.
Menurutnya, kebiasaan baik seperti sopan santun, kerja keras, gotong royong, disiplin, integritas, cinta tanah air, menjaga kebersihan, serta kepedulian terhadap sesama harus ditanamkan sejak dini agar terbentuk karakter generasi yang unggul.
"Momentum Ramadan ini harus menjadi ajang pembiasaan kebiasaan baik yang nantinya berlanjut di bulan-bulan berikutnya," ujar Dr. Saptono.
Pendidikan Karakter dalam Konteks Ramadan
Selama Ramadan, berbagai program pembelajaran di sekolah mengalami penyesuaian waktu, termasuk pengurangan jam belajar selama 5 menit per sesi untuk memberi ruang bagi siswa menjalankan ibadah dengan lebih optimal. Namun, Dr. Saptono menegaskan bahwa meskipun durasi belajar sedikit berkurang, kualitas pembelajaran tetap harus dipertahankan.
“Pendidikan tidak hanya soal akademik, tetapi juga membangun karakter. Di sekolah, Ramadan bisa diisi dengan program-program pembiasaan seperti membaca Al-Qur’an bersama (khataman), Nuzulul Qur’an, santunan anak yatim, serta tarawih dan buka puasa bersama. Hal ini tidak hanya melatih nilai-nilai religius, tetapi juga kepedulian sosial siswa," jelasnya.
Selain itu, pendekatan pembelajaran berbasis Deep Learning juga dapat diterapkan dalam program Ramadan. Misalnya, siswa yang mengikuti ceramah atau kajian dapat mencatat dan mendiskusikan kembali esensi materi yang mereka terima. Hal ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi keagamaan, tetapi juga melatih critical thinking dan kemampuan komunikasi mereka.
Tantangan Pendidikan di Era Digital
Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, Dr. Saptono menyoroti bagaimana Artificial Intelligence (AI) mulai mempengaruhi sistem pembelajaran. Saat ini, bahkan siswa dapat berdialog dengan AI untuk memahami isi Al-Qur'an atau materi keislaman lainnya.
“Teknologi tidak bisa dibendung, tetapi perlu dikalibrasi. Siswa saat ini memiliki banyak pilihan sumber informasi. Tantangannya adalah bagaimana guru bisa memastikan bahwa mereka mendapatkan sumber yang valid,” ujarnya.
Menurutnya, meskipun AI dapat menjadi alat bantu belajar, peran guru dan orang tua tetap tidak tergantikan. Kehadiran dan bimbingan langsung dari orang dewasa tetap menjadi faktor utama dalam pembentukan karakter siswa. “Jangan sampai anak-anak lebih nyaman bertanya ke AI dibandingkan dengan gurunya sendiri,” tambahnya.
Persiapan Generasi 2045: Indonesia Emas
Dalam konteks Visi Indonesia Emas 2045, Dr. Saptono menekankan bahwa keberhasilan membangun generasi unggul tidak hanya ditentukan oleh prestasi akademik, tetapi juga oleh karakter dan moralitas. Oleh karena itu, pembiasaan kebiasaan baik sejak dini, terutama selama Ramadan, menjadi investasi jangka panjang yang akan berdampak besar pada masa depan bangsa.
"Pendidikan karakter adalah fondasi utama. Kita tidak hanya mencetak anak-anak yang cerdas, tetapi juga yang berakhlak mulia dan siap menghadapi tantangan global," tegasnya.
Di akhir talkshow, Dr. Saptono juga mengingatkan para guru agar tetap semangat mengajar selama Ramadan. Meskipun siswa dan guru menjalankan ibadah puasa, kualitas pembelajaran harus tetap terjaga.
“Jangan sampai semangat kita kendur. Jadilah teladan bagi siswa bahwa puasa bukan alasan untuk bermalas-malasan,” tutupnya.
0 Komentar