KARANGANYAR - Berbagai tantangan krusial dihadapi oleh PGRI Jawa Tengah dalam menghadapi krisis kekurangan guru pasca pensiun. Meskipun telah memberikan peringatan sebelumnya, pemerintah tetap mengabaikan permintaan untuk mengangkat guru dengan alasan jumlah guru telah mencukupi. Namun, baru disadari setelah kekurangan guru mencapai jutaan orang, bahwa tindakan cepat harus diambil untuk mengatasi masalah ini.
Dalam "Sosialisasi Perjuangan Organisasi dan Daspen PGRI Jateng" yang digelar di Kabupaten Karanganyar, Ketua PGRI Jateng, Dr. Muhdi SH MHum, menyampaikan peristiwa memprihatinkan. PGRI sudah berulang kali mengingatkan pemerintah tentang banyaknya guru lulusan SPG yang memasuki masa pensiun. Puncak kekurangan guru terjadi pada tahun 2018—2019, namun pemerintah tidak mengambil tindakan untuk menghitung kekurangan guru dengan serius.
"PGRI sudah mengingatkan pemerintah, guru-guru lulusan SPG sudah mulai pensiun, dan puncaknya terjadi pada tahun 2018—2019 lalu. Tapi pemerintah selalu mengabaikan dan mengatakan jumlah guru mencukupi tanpa pernah berusaha menghitungnya." - Dr. Muhdi SH MHum, Ketua PGRI Jateng
Berusaha mencari solusi, PGRI melakukan pendekatan melalui lobi dan diplomasi dengan melibatkan Mendikbud dan Gubernur Jateng. Mereka bersama-sama menghitung kekurangan guru dan hasilnya mengejutkan: ternyata kurang beberapa juta orang. Namun, masalah baru muncul saat Presiden Jokowi memerintahkan pengangkatan guru honorer, karena banyak guru yang usianya sudah melewati 35 tahun dan tidak memenuhi persyaratan. Muncullah jalur ASN P3K sebagai solusi, namun perjuangan PGRI belum berakhir.
Ketua Daspen H Sakbani SPd MH juga hadir dalam acara tersebut dan menyatakan bahwa tugas PGRI dalam memperjuangkan guru tidak pernah berhenti. Setiap langkah selalu diikuti dengan tantangan baru yang harus diatasi. Semua pihak diharapkan untuk bersatu dan mendukung perjuangan PGRI dalam mencari solusi untuk masa depan pendidikan yang lebih baik. 😔💪 #PGRI #GuruIndonesia #PendidikanMasaDepan
0 Komentar